يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Tampilkan postingan dengan label harga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label harga. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Maret 2023

Dari Megengan Hingga Kenaikan Harga

Tradisi menyambut Ramadan bisa beda-beda antar daerah. Bila di  Trenggalek, biasanya masyarakat mengadakan megengan (berkirim doa untuk keluarga atau kerabat yang sudah wafat dan bersedekah makanan). 

Mendoakan orang-orang mukmin sebagaimana yang Allah subhaanahu wa ta'ala perintahkan. Allah subhaanahu wa ta'ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنٰتِ  ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْ

"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu." (QS.  Muhammad 47: Ayat 19)

Mendoakan atau berkirim doa untuk mukmin laki-laki dan perempuan tidak hanya untuk yang masih hidup, tapi juga untuk yang sudah wafat.

Adapun berbagi makanan, dalam hadis mutafaqun'alaihi diceritakan, ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, Islam seperti apa yang paling baik?" Rasulullah bersabda, "Memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal".

Memberi makan tentunya makanan yang halal dan dari sumber yang halal juga. Jadi, tidak ada ketentuan jenis makannya harus ini atau harus ada itu.

Adapun di wilayah lain semisal di Jawa Tengah ada namanya ritual padusan. Ritual ini disebut sebagai pembersih dosa. Yaitu berendam sehari sebelum Ramadan. Katanya dengan mandi atau berendam atau berenang pada hari itu bisa menghilangkan dosa. 

Tapi, dilacak kemanapun tidak ditemukan dalilnya baik dari al Quran maupun al Hadis bahwa menghapus dosa dengan cara demikian. Jadi tradisi padusan ini tidak untuk ditiru. Istigfar, meminta maaf dan taubat tidak mengulangi kesalahan, itulah cara menghapus dosa. 

Nah, ada lagi tradisi yang senusantara merasakannya. Tradisi itu adalah tradisi naiknya harga kebutuhan pokok dan lain-lainnya menjelang Ramadan. Bagaimana naiknya harga bisa menjadi sebuah tradisi? 

Kenaikan Harga Menjelang Ramadan

Ritme peningkatan konsumsi di bulan Ramadan dan saat lebaran ini sudah dihafalkan oleh pedagang kelas distributor hingga pedagang eceran. 

Jual beli yang secara definisi itu transaksi kerelaan kedua belah pihak (pembeli-penjual) atas suatu barang, di sistem saat ini bisa berubah keterpaksaan di salah satu pihak.

Pedagang di moment seperti Ramadan bisa dikatakan yang berkuasa. Ia bisa menaikkan harga berapapun karena mengetahui kepastian bahwa produknya diincar konsumen. Akhirnya, sesama pedagang bisa saling kerjasama untuk membentuk mekanisme kenaikan harga yang disepakati bersama. Khususnya pedagang level distributor. Adapun pedagang eceran biasanya mereka mengikut harga dari distributor. 

Inilah jalan yang menjadikan pembeli/konsumen mau tidak mau harus membeli dengan harga yang naik bahkan kadang kenaikannya disebut meroket saking tingginya kenaikan. Akhirnya pembeli dipaksa rida dengan harga yang ada.

Membuat mekanisme kenaikan harga jika bukan karena faktor alam, adalah diantaranya dengan penimbunan. Menimbun barang sehingga langka. Untuk dimunculkan lagi barang tersebut dengan harga yang sudah naik. Dan praktek inilah yang sering terjadi. 

Penimbunan adalah tindakan sewenang-wenang pedagang yang haus laba besar. Praktek penimbunan ini diharamkan dalam Islam.

Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa saja yang melakukan penimbunan, dia telah berbuat salah" (HR. Muslim)

Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda, " Siapa saja yang mengintervensi harga di tengah-tengah kaum muslimin hingga dia bisa menaikkan harga dan memaksakannya kepada mereka maka kewajiban Allahlah untuk mendudukkannya dengan sebagian besar (tempat duduknya) di atas api neraka pada hari kiamat nanti" (HR. Ahmad)

Jadi, tradisi kenaikan harga kebutuhan saat Ramadan dan hari raya bukanlah kenaikan yang murni alami. Untuk komoditi tertentu bisa alami naik semisal komoditi yang bahan baku produksinya dipengaruhi faktor alam. Atau produk yang bergantung pada faktor alam. Sehingga saat Ramadan langka sehingga mengalami kenaikan harga.

Mencegah Harga Melonjak

Kegiatan ekonomi suatu negara setidaknya melibatkan pedagang, pembeli, produsen dan negara.

Untuk membuat tradisi harga menjelang Ramadan dan lebaran tidak naik pihak pihak tersebut harus sama-sama menjalankan tupoksi yang benar dan syar'i. Kenapa harus syar'i? Karena hanya dengan berpegang pada ketentuan syariah lah suatu perbuatan akan benar dimata Allah subhaanahu wa ta'ala maupun manusia.

Pedagang kelas distributor ataupun eceran harus beriman dan bertakwa. Menerapkan prinsip berdagang sesuai syariah. Haus keuntungan boleh, tapi bukan menghalalkan semua jalan untuk meraihnya. Semisal penimbunan.

Menerapkan akhlaq mahmudah dalam berdagang. Semisal momen pra dan saat Ramadan dijadikan kesempatan membuat tradisi banyak sedekah dengan memberi diskon kepada pembeli. Hal ini bisa mengurangi potensi kenaikan harga yang dirasakan masyarakat. Dapat pahala berlipat, dagangan juga laris, pembelipun senang. 

Adapun negara, jauh-jauh hari harus melakukan monitoring rutin akan kesediaan berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Menggerakkan perusahan-perusahan industri, petani, dan lain-lainnya untuk memastikan kecukupan barang kebutuhan masyarakat pra, saat hingga pasca Ramadan. Pemerintah tidak boleh sebulan sebelum Ramadan begerak untuk ini. Tapi harus jauh-jauh dari bulan Ramadan memastikannya. 

Jika persiapan untuk pertemuan G20 beberapa waktu lalu sedemikian rupa dan seriusnya pemerintah melakukannya, maka untuk kebutuhan rakyatnya sendiri sudah seharusnya lebih serius dan memenejnya dengan baik sehingga kelangkaan dan kenaikan harga tidak terjadi.

Ada kebijakan yang bisa dicontoh dari khalifah Ustman bin Affan. Beliau selama bulan Ramadan memberikan santunan 1 dirham perhari bagi rakyat. Bila di kurskan 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak dikali harga perak per gram misal 15.000, diperoleh angka Rp. 44.625,00. Angka yang sangat membantu rakyat miskin di setiap harinya selama bulan Ramadan. Tapi, apakah mampu Indonesia meniru kebijakan khalifah Ustman bin Affan tersebut? Sedang hutang negara ini sudah diangka 7rb triliun lebih. 

Para pemimpin dinegeri ini perlu menelusuri jejak-jejak para khalifah dalam sistem pemerintahan Islam -kekhilafahan islam- untuk kemudian menemukan kunci-kunci kesuksesan mereka mengurus negara sehingga terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Adapun bagi pembeli, juga harus beriman dan bertakwa. Pembeli yang borju tidak boleh main borong barang hingga yang lainnya tidak mendapatkan. Atau menawar barang dengan harga tinggi hingga lainnya tidak mampu membeli. Perilaku seperti ini bisa berpotensi menaikkan harga. Jadi, belilah sesuai kebutuhan.

Ramadan sebagai bulan mulia penuh rahmat dan berkah dari Allah subhaanahu wa ta'ala, kehadirannya harus disambut dengan kegembiraan baik bagi rakyat miskin maupun kaya. Bukan dengan kesedihan besuk mau buka puasa dengan apa karena mahalnya harga kebutuhan. Dan untuk itu negara sebagai penanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya harus bisa menjamin kesejahteraan tersebut.

Khatimah

Ramadan bulan dilipatgandakan pahala. Ubah tradisi menaikkan harga dalam menyambutnya. Agar berkah Ramadan dirasakan oleh semua. Dan kembali fitri selepas kepergiannya. Wallahua'lam bis shawwab.






Selasa, 08 Maret 2022

Serba Naik, Penghasilan Naik?

Ibu-ibu, pasti tahu, kalau harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Dari harga kedelai sehingga tahu dan tempe jadi naik. Minyak goreng yang harganya tidak stabil, terasa langka. Harga daging sapi juga melonjak. Gas pun tidak mau ketinggalan ikut naik. Sumber karbohidrat -beras- harganya pun juga naik.

Ditengah harga kebutuhan yang naik, apakah penghasilan kita naik? Atau malah menurun?

Tidak terbayang, betapa repotnya para ibu mengatur perputaran uang untuk membeli kebutuhan harian. Belum lagi untuk bayar listrik, biaya sekolah, pulsa, biaya kesehatan. Hem, pasti cepat kosongnya dompet. Dan tinggal pasrah ketika belum tanggal tua tapi harus puasa. Waduh.

Anda Kaya, Harga Naik Tidak Apa-Apa?

Ketua BPS Margo Yuwono menjelaskan bahwa garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran bulanan dari seorang penduduk. Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluaran perbulannya di bawah Rp 472.525 (https://m.liputan6.com/bisnis/read/4607816/bps-penduduk-berpenghasilan-di-bawah-rp-472525-per-bulan-masuk-kategori-miskin?)

Bagaimana, setujukah anda dengan pengkategorian miskin tersebut? Anda yang sebulan pengeluarannya di atas Rp. 472.525 tidak miskin. 

Coba sekarang kita hitung. Sebuah keluarga dengan suami yang kerja, istri ibu rumah tangga dan 1 anak. Sebulan berapa kg beras yang dibeli? Bila satu keluarga ada 3 orang, perhari 1/2 kg beras. Berarti sebulan 15 kg. Klo perkilo 10rb, berarti untuk beras saja 150rb. Minyak goreng perpekan 1 liter, berarti sebulan 4 liter. Jika harga per liter 15rb berarti sebulan 60rb. Beli lauk sayur perhari di jatah 9rb, berarti satu bulan habis 270rb. Ditotal 480.000. Angka ini di atas garis kemiskinan. Berarti keluarga ini tidak miskin. 

Padahal fakta dilapangan masih ada tepung terigu yang harus dibeli, gula, kecap, garam, gas, ikan, uang jajan anak-anak, listrik, pulsa, biaya kesehatan, bensin, biaya pendidikan dan lain-lain? Belum lagi kebutuhan sekunder dan tersier. 

Inilah fakta kapitalisme dalam menetapkan standard sejahtera pada keterpenuhan kebutuhan sangat minimalis. Betapa kejam sistem ini. Jadi, di mata kapitalisme, anda tidak miskin walau sehari-hari hanya makan nasi, tahu tempe, sayuran. Walau kebutuhan pokok lainnya tidak terpenuhi. 

Naiknya Harga Karena Siapa?

Naiknya kebutuhan pokok, tentu, bukan demi rakyat.  Dikutip dari kompas.com bahwa keberadaan kartel menjadi penyebab kelangkaan dan kenaikan minyak goreng. (https://money.kompas.com/read/2022/02/04/212547026/diduga-jadi-penyebab-harga-minyak-goreng-naik-apa-itu-kartel?)

Apa itu kartel? Kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan untuk mengendalikan harga komoditas tertentu. Nah, ternyata kartel ini tidak hanya pada migor -minyak goreng-. Tapi beraspun ada kartelnya. Menurut direktur utama perum bulog Budi Waseso pasar pangan di Indonesia hampir 100% dikuasai oleh kegiatan kartel atau monopoli (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4560075/buwas-pasar-pangan-ri-94-dikuasai-kartel-bulog-hanya-6)

Keberadaan kartel ini bisa mematikan persaingan sehat di pasar. Kartel bisa mengendalikan jumlah produksi, wilayah pemasaran hingga harga di pasar. Kartel tidak hanya bisa mempermainkan konsumen, bahkan negarapun bisa dibuat takluk. Buktinya, kenaikan harga yang memiliki siklus hampir tetap. Tahun baru, ramadhan, syawal, harga pasar dunia, dan impor menjadi alasan naiknya harga barang. 

Selama sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan, maka selama itu rakyat akan menjadi korban. Dan segelintir konglomerat korporat akan menguasai pasar perdagangan. 

Terapkan Islam Kaffah

Praktek kartel tentu bukan bentuk penerapan ekonomi Islam. Demikian pula penguasaan / pengelolaan kekayaan milik umum dan negara oleh swasta. 

Perilaku bergantung pada impor dan melalaikan swasembada pangan memperjelas dukungan negara pada swasta bukan pada rakyat.

Ketidakstabilan harga pangan dunia adalah gambaran bahwa pangan dunia saat ini dikendalikan raksasa kartel dan negara berkembang hanya bisa mengikuti ritmenya. Karena kapitalisme global mewadahi semua kondisi tersebut.

Meninggalkan kapitalisme dan menerapkan Islam kaffah adalah  solusi. Kesejahteraan dalam Islam diukur perkepala. Hingga semua kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dan dijamin keterpenuhanya oleh negara. 

Bernegara dalam Islam bagian dari ibadah. Pemimpin diangkat untuk menerapkan shariah Islam di semua aspek.

Mengurus rakyat sehingga sejahtera untuk urusan dunianya dan selamat di akhirat kelak. Semoga umat menuntut penerpan Islam kaffah. Dan Allah SWT segera mewujudkan sabda NabiNya akan tegaknya kembali khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Aamiin aamiin yaa mujiibassaailiin.

Wallahu a'lam bis showab








Dipun Waos Piantun Kathah