يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Sabtu, 11 Agustus 2012

Ibu Wanita Mulia


      Allah swt menciptakan manusia berpasang-pasangan. Sehingga hidup menjadi indah dan utuh. Keindahan itu kian terasa setelah dari pernikahan melahirkan seorang buah hati. Buah hati yang menjadi cermin dari kedua orang tuanya. Ada bagian yang mirip Ayahnya dan ada bagian yang mirip Ibunya. Dua karakter menyatu dalam diri anak. Ayah dan ibupun bekerjasama untuk mengasuh, merawat dan mendidik buah hatinya. Hingga ia tumbuh dewasa dan mandiri.
Kasih sayang kedua orang tua terus mengalir disetiap tumbuh kembang anak. Cucuran keringat Ayah dalam mencari nafkah untuk keluarga menjadi jasa besar beliau. Bekerja tak kenal lelah dan tak kenal keluh kesah. Kebahagian Ayah adalah ketika ia mampu memimpin keluarganya dijalan yang benar dan mampu memberikan nafkah yang layak bagi seluruh anggota keluarga. Kesedihannya ketika ia tak mampu memimpin dan memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Pengorbanan tanpa pamrih, itulah moto seorang Ayah. Memimpin keluarga tapi tidak minta perlakuan bak Raja.
       Ibu, sosok lembut yang menjadi pendamping setia Ayah. Ketulusannya dalam melayani segala kebutuhan suami menjadi hal istimewa baginya. Pagi buta Ibu sudah harus bangun untuk menyiapkan peralatan kerja Ayah, pakaian kerja Ayah, dan juga sarapan kesukaan Ayah. Pekerjaan –pekerjaan rutin ini membanggakan bagi Ibu. Beliau tidak pernah mengeluh atau merasa terhina dengan rutinitas-rutinitas itu. Kebahagiaan Ibu adalah melihat senyum keridhoan dari suaminya dan senyum bangga dari anak-anaknya. Itulah Ibu belahan jiwa Ayah.
       Belum selesai pekerjaan satu, ibu sudah ditunggu tugas berikutnya. Mengasuh buah hati mereka. Secapek apapun kondisi ibu, beliau tidak mengeluh merawat anak-anaknya. Cukup jelas sikap ibu ketika mengandung buah hatinya. Dari umur 1 hari hingga 9 bulan mendekati kelahiran yang ada dalam diri ibu adalah kebahagiaan. Ketika bayi sudah lahir dan Ibu dibangunkan tengah malam oleh suara tangis anaknya, ibu tidak mengeluh. Ketika anaknya sudah mulai merangkak dan seringnya ngompol disembarang tempat, dengan senyum pula ibu mengepel dan mengganti popok anaknya. Dan ketika si anak menginjak  remaja dan terus dewasa ibu tetap setia mendidik dan mencintai putra putrinya. Itulah ibu, wanita yang selalu hadir dalam hati anak-anaknya.
         Sekarang kita sebagai anak? Pengorbanan apa yang telah kita berikan kepada mereka? Benarkah kita tulus selama ini melaksankan perintah-perintah beliau? Tentunya perintah pada kebajikan. Atau ketaatan yang bersyarat? Bersedia melaksanakan perintah Ayah bila kita lagi kosong, bersedia melaksankan perintah ibu bila ditambah uang saku bagi kita yang masih sekolah, atau juga bersedia melaksankan perintah Ayah Ibu bila mereka bersedia dititipi anak kita –bagi kita yang bekerja dan sudah berumah tangga-. Lantas, apakah perlakuan yang demikian itu menjadikan Ayah dan Ibu membuang rasa kasih sayangnya kepada kita? Ternyata tidak. Seandainya mereka kita jadikan tempat Penitiapan Anak (TPA) kitapun mereka terima dengan bahagia. Padahal sebenarnya belum hilang rasa lelah mereka dalam merawat diri kita. Subhanallah, inilah Ayah dan Ibu yang tulus mencintai kita.
Tidak salah bila kemudian Allah swt memberikan pengormatan buat mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua” (HR. Al Hakim). Dari sini cukup jelas bagaimana harusnya kita memperlakukan kedua orang tua. Seandainya saja kedua orangtua menuntut balas jasa dari kita, maka hingga kita meninggalpun belum cukup waktu untuk membalas jasa mereka. Terlebih-lebih pada Ibu. Semua manusia mimiliki hutang jasa pada sosok bernama Ibu. Wanita perkasa yang dengan tulus ikhlas berjuang demi melihat senyum bahagia suami dan anak-anaknya. Maka sangat tepat bila Allah swt memberikan penghormatan dan kedudukan yang mulia pada Ibu. Sebagaimana dikisahkan dalam hadist Rasulullah saw bahwa ada seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih). Demikian pula dalam hadist Rasulullah yang lain disebutkan “ Aljannatu tahta fi aqdamil ummahat” artinya surga itu berada dibawah telapak kaki ibu.
Dua hadist di atas cukup jelas mengajak kita untuk memuliakan ibu, menjaga perasaanya, melaksanakan perintahnya, tentu perintah yang benar. Maka setiap hari adalah moment yang tepat bila kita gunakan untuk intropeksi diri dan mengaca diri “Sudahkah kita menjadi anak sholeh-sholehah kebanggaan Ayah dan Ibu kita?”. Bila belum masih ada waktu untuk memperbaiki diri dan berbakti pada mereka. Ayah dan Ibu maafkanlah segala kesalahan anakmu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah