Allah swt menciptakan manusia berpasang-pasangan. Sehingga hidup
menjadi indah dan utuh. Keindahan itu kian terasa setelah dari pernikahan
melahirkan seorang buah hati. Buah hati yang menjadi cermin dari kedua orang
tuanya. Ada bagian yang mirip Ayahnya dan ada bagian yang mirip Ibunya. Dua
karakter menyatu dalam diri anak. Ayah dan ibupun bekerjasama untuk mengasuh, merawat
dan mendidik buah hatinya. Hingga ia tumbuh dewasa dan mandiri.
Kasih sayang kedua orang tua terus mengalir disetiap
tumbuh kembang anak. Cucuran keringat Ayah dalam mencari nafkah untuk keluarga
menjadi jasa besar beliau. Bekerja tak kenal lelah dan tak kenal keluh kesah.
Kebahagian Ayah adalah ketika ia mampu memimpin keluarganya dijalan yang benar
dan mampu memberikan nafkah yang layak bagi seluruh anggota keluarga.
Kesedihannya ketika ia tak mampu memimpin dan memberikan yang terbaik untuk
keluarganya. Pengorbanan tanpa pamrih, itulah moto seorang Ayah. Memimpin
keluarga tapi tidak minta perlakuan bak Raja.
Ibu, sosok lembut
yang menjadi pendamping setia Ayah. Ketulusannya dalam melayani segala
kebutuhan suami menjadi hal istimewa baginya. Pagi buta Ibu sudah harus bangun
untuk menyiapkan peralatan kerja Ayah, pakaian kerja Ayah, dan juga sarapan
kesukaan Ayah. Pekerjaan –pekerjaan rutin ini membanggakan bagi Ibu. Beliau
tidak pernah mengeluh atau merasa terhina dengan rutinitas-rutinitas itu.
Kebahagiaan Ibu adalah melihat senyum keridhoan dari suaminya dan senyum bangga
dari anak-anaknya. Itulah Ibu belahan jiwa Ayah.
Belum selesai
pekerjaan satu, ibu sudah ditunggu tugas berikutnya. Mengasuh buah hati mereka.
Secapek apapun kondisi ibu, beliau tidak mengeluh merawat anak-anaknya. Cukup
jelas sikap ibu ketika mengandung buah hatinya. Dari umur 1 hari hingga 9 bulan
mendekati kelahiran yang ada dalam diri ibu adalah kebahagiaan. Ketika bayi
sudah lahir dan Ibu dibangunkan tengah malam oleh suara tangis anaknya, ibu
tidak mengeluh. Ketika anaknya sudah mulai merangkak dan seringnya ngompol
disembarang tempat, dengan senyum pula ibu mengepel dan mengganti popok
anaknya. Dan ketika si anak menginjak
remaja dan terus dewasa ibu tetap setia mendidik dan mencintai putra
putrinya. Itulah ibu, wanita yang selalu hadir dalam hati anak-anaknya.
Sekarang kita
sebagai anak? Pengorbanan apa yang telah kita berikan kepada mereka? Benarkah
kita tulus selama ini melaksankan perintah-perintah beliau? Tentunya perintah
pada kebajikan. Atau ketaatan yang bersyarat? Bersedia melaksanakan perintah
Ayah bila kita lagi kosong, bersedia melaksankan perintah ibu bila ditambah
uang saku bagi kita yang masih sekolah, atau juga bersedia melaksankan perintah
Ayah Ibu bila mereka bersedia dititipi anak kita –bagi kita yang bekerja dan
sudah berumah tangga-. Lantas, apakah perlakuan yang demikian itu menjadikan
Ayah dan Ibu membuang rasa kasih sayangnya kepada kita? Ternyata tidak. Seandainya mereka
kita jadikan tempat Penitiapan Anak (TPA) kitapun mereka terima dengan bahagia.
Padahal sebenarnya belum hilang rasa lelah mereka dalam merawat diri kita. Subhanallah,
inilah Ayah dan Ibu yang tulus mencintai kita.
Tidak salah bila kemudian Allah swt memberikan
pengormatan buat mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka
Allah pun terletak pada murka kedua orang tua” (HR. Al Hakim). Dari sini
cukup jelas bagaimana harusnya kita memperlakukan kedua orang tua. Seandainya
saja kedua orangtua menuntut balas jasa dari kita, maka hingga kita
meninggalpun belum cukup waktu untuk membalas jasa mereka. Terlebih-lebih pada
Ibu. Semua manusia mimiliki hutang jasa pada sosok bernama Ibu. Wanita perkasa
yang dengan tulus ikhlas berjuang demi melihat senyum bahagia suami dan anak-anaknya.
Maka sangat tepat bila Allah swt memberikan penghormatan dan kedudukan yang
mulia pada Ibu. Sebagaimana dikisahkan dalam hadist Rasulullah saw bahwa ada
seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak
memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian
yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu."
(Mutafaq'alaih). Demikian pula dalam hadist Rasulullah yang lain disebutkan “ Aljannatu tahta fi aqdamil ummahat”
artinya surga itu berada dibawah telapak kaki ibu.
Dua hadist di atas cukup jelas mengajak kita untuk
memuliakan ibu, menjaga perasaanya, melaksanakan perintahnya, tentu perintah
yang benar. Maka setiap hari adalah moment yang tepat bila kita gunakan untuk
intropeksi diri dan mengaca diri “Sudahkah kita menjadi anak sholeh-sholehah
kebanggaan Ayah dan Ibu kita?”. Bila belum masih ada waktu untuk memperbaiki
diri dan berbakti pada mereka. Ayah dan Ibu maafkanlah segala kesalahan anakmu
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar