Hidup
damai dan sejahtera pasti harapan seluruh umat manusia. Dimanapun ia, suku
apapun ia, tinggal dinegara manapun ia, pasti merindukan dan menginginkan
kehidupan yang damai dan sejahtera. Hidup rukun dan bersaudara dengan kerabat,
tetangga, rekan kerja, bahkan antar warga Negara pastilah indah dan didamba.
Inilah salah satu nikmat fitrah yang diberikan Allah swt kepada manusia.
Mungkin karena dorongan fitrah inilah yang kemudian menjadikan manusia
menggagas sebuah hari untuk diperingati sebagai hari perdamaian dan
persaudaraan dunia.
Bila
mengaca pada fakta kehidupan, penulis menyimpulkan perdamaian dan persaudaraan
sebenarnya tidak membutuhkan yang namanya peringatan. Perdamaian dan
persaudaraan membutuhkan aksi riel manusia untuk hidup damai dan bersaudara.
Berjuta kali peringatan perdamaian dan persaudaraan digelar akan sekedar ceremony
saja bahkan akan menjadi teori hayali apabila nafsu binatang masih bercongkol
dalam diri manusia.
Kita
tengok kehidupan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah swt, yaitu Adam dan
Hawa. Dari pernikahan dua insan ini lahirlah
anak laki-laki Habil, Qabil, dan 2 anak perempuan. Dan sebagaimana kisah
yang telah popular akan kita dapati peristiwa pembunuhan manusia pertama. Qabil
membunuh Habil dan inilah kriminalitas pertama kali yang terjadi di dunia. Perbuatan
Qabil adalah manifestasi dari jiwa amarah yang menguasai dirinya. Ikatan darah
sebagai adik kakak telah dihapus oleh jiwa amarah dan nafsu yang telah
berkuasa. Dan meski sosok Qabil telah tiada, tapi penerus sifat buruk Qabil itu
sampai sekarang masih ada. Inilah sejarah awal kehidupan manusia.
Ibnu
Miskawayh seorang pemikir akhlaq dalam kitabnya Tahdhīb al-Akhlāq wa Taṭhīr
al-A’rāq (Pendidikan Akhlaq dan Penyujian Jiwa) menjelaskan bahwa dalam
diri manusia terdapat fakultas amarah
atau binatang buas. Penampakan dari jiwa ini adalah marah, berani, ingin
berkuasa, menginginkan bermacam-macam penghormatan dan lain-lainnya. Dan
fakultas jiwa inilah yang banyak diidap manusia saat ini. Kerakusan akan
jabatan bisa memicu hilangnya ikatan darah, kemarahan yang salah tempat berujung
pada perkelahian antar keluarga, antar kampung bahkan antar pelajar.
Keinginan
menjadi Negara adidaya mendorong Negara yang kuat menindas dan merampok Negara
yang lemah. Kasus Palestina-Israel adalah contoh rielnya. Kerasnya hati manusia
berujung pada tindakan kekerasan yang terus merebak kemana-mana. Kasus yang
mengagetkan dunia adalah kejadian di negeri Barack Obama berkuasa yaitu aksi pembunuhan
oleh seorang laki-laki berusia 20 tahun pada hari Jumat 14 Desember 2012 di
sebuah sekolah dasar dan menewaskan 26 orang. Dimana perdamaian dan
persaudaraan itu? Jiwa binatang dan angkara murka telah menghilangkan naluri berdamai
dalam diri manusia. Kerakusan akan materi, kekayaan, jabatan, kehormatan, telah
menghilangkan ikatan persaudaraan.
Benarkah
situasi buruk ini tidak bisa dilepaskan dari peran ideologi kapitalisme yang
telah bercokol di dunia? Kapitalisme yang menstandarkan kebahagiaan dengan
ukuran materi telah menjadikan individu, kelompok, dan masyarakat berjuang untuk
meraih kesenangan pribadi, kelompok dan golongannya saja. Sedangkan Negara
dijadikan alat bagi manusia-manusia pecinta kapital untuk mencaplok kekayaan
negaranya sendiri atau bagi Negara yang kuat berperang untuk menguasai kekayaan
negeri-negeri lainnya.
Dalam
kamus wikipedia dijelaskan definisi perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan
mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana
sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Bila merujuk pada definisi
ini sudah bisakah dunia dikatakan damai? November 2012 kita disuguhi tontonan
tentara Israel yang memborbardir Palestina. Tentara-tentara Amerika serikat juga
masih lalu lalang di negeri-negeri timur tengah. Bila kemudian dilebarkan pemaknaan
definisi tadi maka bentrok antar warga, antar kampung, antar pelajar, antar
keluarga, antar suku, bahkan antar elit politik yang terjadi di negeri ini menujukkan
bahwa dunia saat ini masih dalam perang.
Pertanyaannya,
kapan antar individu akan damai? Kapan antar suku akan hidup berdampingan? Kapan
antar kelompok dan golongan akan bersaudara? Kapan antar Negara akan
bekerjasama dengan baik tanpa saling intervensi dan menguasai? Jawabannya, selama
pikiran manusia tetap dikuasai oleh jiwa binatang dan materi menjadi ideologi
maka perdamian itu hanya akan menjadi mimpi. Bila manusia masih menjadikan uang,
jabatan sebagai tujuan hidupnya maka persaudaraan itu akan hayali. Bila
penguasa masih menerapkan aturan-aturan buatannya yang dipengaruhi oleh
kepentingan pribadi, kelompok atau golongannya maka kesejahteraan, perdamaian
dalam negeri ini juga tidak akan terwujud.
Perubahan
mendasar harus dilakukan. Hal yang mendasar itu adalah perubahan pemikiran manusia
tentang kehidupan ini. Karena faktor yang membuat manusia bisa mewujudkan
keutamaan (kebajikan) itu adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan fakultas berfikir
dan analisisnya. Perdamaian dan persaudaraan dapat dicapai apabila manusia melaksanakan
kemauan-kemauannya dengan upaya dan selalu mengaitkannya dengan tujuan diciptaannya
manusia. Inilah pemikiran yang harus dimiliki oleh setiap manusia, siapapun dia,
sebagai apapun dia, berkedudukan sebagai apapun dia dan menjabat apapun dia. Manusia
harus ingat dengan tujuan penciptaan dia oleh Allah swt. Karena pemikiran dan
kesadaran inilah yang mampu mengekang jiwa amarah dan binatang yang ada dalam
dirinya.
Dan
sudah seharusnya manusia intropeksi dan evaluasi diri. Dunia sudah semakin tua,
akan kah dunia ini rusak dan hancur karena ulah tangan manusia? Tentunya
sebagai manusia normal kita tidak akan rela. Anugerah alam yang diciptakan Allah
swt untuk manusia, agar kita menjaganya dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan
serta kedamaian hidup manusia. Ayat-ayat Allah swt harus dibaca, direnungkan
dan diterapkan dalam kehidupan. Ketidakmampuan manusia mengatur kehidupan dunia
harus menjadikan manusia sadar akan kelemahannya dan tunduk kepada Allah swt. Perdamaian
dan persaudaraan tidak lagi menjadi teori apabila manusia berpegang kepada
ayat-ayat Allah swt Tuhan Semesta Alam.
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar