يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Kamis, 01 Maret 2018

AQIDAH, BASIS KEBANGKITAN HAKIKI

Apabila bangkit dimaknai dengan berubahnya kondisi yang awalnya tidur jadi duduk, yang awalnya duduk lalu berdiri maka itu sesungguhnya hanyalah perubahan ekspresi badan. Dalam kondisi ini tidak ada perubahan fundamental pada diri manusia. 

Akan berbeda maknanya jika bangkit itu dimaknai sebagai perubahan pemikiran seseorang akan kehidupan ini. Yang awalnya menangkap makna kehidupan ini ada begitu saja. Dan manusia juga bebas melakukan apa saja. Berubah menjadi kehidupan ini ada yang mengadakannya. Dan manusia ada yang menciptakannya, lengkap dengan tujuan penciptaannya. 

Pemikiran ini masih koma. Ia belum sempurna, apabila berhenti sampai disitu. Ibarat air, ia masih mengalir disepanjang jalur sungai belum sampai pada muaranya. Manusia melakukan perbuatan tapi belum mengerti tujuan hakiki dari yang diperbuatnya. Kalaupun ada tujuan maka tujuan itu masih belum sampai pada hakikat penciptaannya.

Adapun hal yang menjadikannya sempurna adalah ketika manusia bisa memahami bahwasanya ada kehidupan abadi yang ia tuju. Ada hubungan integratif antara kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan. Ada titah dalam mengisi kehidupan. 

Dibalik alam semesta beserta isinya ini ada Allah Swt yang menciptakannya. Manusia dicipta untuk beribadah kepadanya. Dan ada alam pertanggungjawaban atas amalnya di dunia. Alam kubur dan alam akhirat. Dan akhirat inilah kehidupan abadi yang sesungguhnya. 

Inilah jalan yang akan menghantarkan seseorang untuk bangkit dan bergerak. Bukan sekedar bangkit biasa. Tapi kebangkitan yang hakiki. Bila pemahaman ini sudah mengisi ruang akal manusia maka tiada lagi sikap berjibaku dengan kemalasan, kebodohan dan terbuai dunia yang fana. 

Manusia yang bangkit dengan pemahaman berbasis aqidah ini akan menjadikan pemiliknya mengisi lorong waktu kehidupan dengan perbuatan yang tidak sia sia. Setidaknya ada tiga perbuatan. Yaitu beramal sholih, nasehat menasehati dalam kebaikan dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Inilah tiga amal yang tidak menjadinya rugi. Sebagaimana Allah Swt terangkan dalam firmanNya berikut ini.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr 103: Ayat 1-3)

Pemikiran kehidupan yang demikian inilah yang dimiliki oleh generasi pertama Islam. Sehingga mereka bisa bangkit dari masa jahiliyah menuju masa penuh cahaya -Islam-. Mereka memberikan pembelaan terhadap agama, Rabb dan Nabinya dengan sepenuh pembelaan. Demikian juga dengan para ulama dan ilmuwan muslim dimasa Kekhilafahan Islam. Maka wajar jika bak jamur dimusim hujan, bermunculan para cendekiawan muslim yang menjadi rujukan dunia. Dan akankah kejayaan itu akan terulang kembali? Jawaban ada di tangan kita wahai generasi akhir zaman. Wallahua'lam.

Dipun Waos Piantun Kathah