Bencana peristiwa yang tidak dapat diduga datangnya. Jika Sang Maha Kuasa berkata terjadilah bencana maka terjadilah ia. Tiada yang mengetahui kun fa yakun nya Allah SWT kecuali setelah terjadi peristiwanya.
Rentetan bencana alam telah terjadi di kalender 2018. Menjadi kaleidoskop bencana yang meminta simpati, perhatian dan uluran tangan hingga tataran dunia.
Januari 2018 publik Indonesia dikagetkan dengan gempa bumi yang melanda wilayah Lebak Banten. Bulan Februari peristiwa Longsor di Desa Pasir Panjang Brebes Jawa Tengah. Pada bulan yang sama Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Sumatera Utara meletus dengan erupsi terdasyat.
Senasib dengan bencana di Brebes, awal bulan Maret 2018 kabupaten Sukabumi juga diterjang banjir dan tanah longsor. Syukurnya dalam peristiwa tersebut tidak ada korban jiwa. Namun hektaran tanah pertanian warga rusak karena terjangan banjir dan longsor ini.
Bulan April-Mei bencana banjir dan longsor bergilir ke wilayah Bogor. Cuaca ekstrim diduga sebagai penyebab terjadinya banjir dan longsor. Banjir bandang yang menyapa beberapa kelurahan di Bogor.
Dari provinsi Jawa Barat, banjir bandang berganti menerjang kabupaten Banyuwangi pada bulan Juni. Dalam berita yang beredar ada empat dusun yang terkena banjir dan tidak ada korban jiwa. Pada bulan yang sama angin puting beliung merusak sejumlah rumah di lima daerah di provinsi Aceh. Puting beliung juga menimpa warga di Simalungun Sumatera Utara.
Bulan Juli, gempa bumi dirasakan oleh warga di 19 kecamatan Flores Timur NTT. Setelah gempa Flores, seolah susul menyusul gempa menimpa Indonesia.
Bulan Agustus Gempa Lombok-NTB dengan skala 6,4 yang menelan ratusan korban meninggal dan ribuan orang luka-luka.
September 2018, duka mendalam kembali menimpa Indonesia. Gempa, likuifaksi dan tsunami menimpa penduduk Palu Sulawesi Selatan. Desa Petabo Kecamatan Palu Selatan menjadi lautan lumpur yang menenggelamkan bangunan dan orang yang ada di atasnya. Lebih dari 2.000 orang dikabarkan meninggal dunia, ribuan lainnya hilang tidak ditemukan dan sebagian lainnya mengalami luka-luka.
Oktober 2018 kembali rakyat Indonesia diberi cobaan. Banjir bandang melanda sejumlah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Curah hujan yang begitu tinggi disebut sebagai faktor penyebab banjir.
Dan dipenghujung pekan terakhir bulan Desember, ganti air laut Pantai Carita di Kabupaten Pandenglang Provinsi Banten menggulung masyarakat setempat dengan terjangan Tsunaminya. Korban tewas ratusan lebih demikian pula yang terluka dan dalam proses pencarian.
Bencana Alam Bukan Satu-Satunya Musibah
Ketika bicara bencana, maka terlalu dangkal bila kita cukupkan dengan definisi bencana alam semata. Diluar bencana alam yang tersebut di atas ada banyak duka politik, ekonomi, sosial, pendidikan yang menimpa Negara Indonesia.
Perseteruan antar elit politik dalam bentuk saling tuding, saling sindir hingga maraknya korupsi oleh pejabat pemerintah. Adu debat politik yang ditayangkan televisi menjadi indikator bagaimana akhlaq para elit politik, taraf berpikir mereka hingga visi misi politiknya.
Musibah dibidang ekonomi seperti beberapa komoditas impor menaik, hutang Indonesia mencapai 5 ribu trilyun rupiah. Jebakan hutang yang mengunci kebebasan politik Indonesia. Sehingga tunduk patuh pada negara yang memberi hutang. Sampai-sampai kasus pelanggaran HAM berat oleh Cina atas muslim Uighur, RI 1 seolah tiada energi untuk menunjukkan sikap tegas politiknya.
Duka sosial juga melanda Indonesia. Tindak kriminal beraneka ragam bentuknya. Mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, pelecehan seksual, persekusi ormas satu terhadap ormas lainnya, pembubaran pengajian, perseteruan antar kampung hingga makar gerakan Papua Merdeka.
Dunia pendidikan pun kerap tercoreng muka di tahun 2018. Tawuran antar pelajar, seks bebas dikalangan pelajar yang berujung hamil dibangku SMP dan SMA, pelecehan seksual oleh oknum guru/dosen/mahasiswa, rusaknya moral murid kepada gurunya, hingga korupsi dana pendidikan oleh kepala sekolah/dinas pendidikan/bupati.
Nasehat dari Bencana
Belajarlah dari pengalaman, demikian pepatah mengatakan. Pahit getir peristiwa telah Indonesia rasa. Bencana alam memberi pesan peringatan dan instropeksi diri. Dunia bukan tujuan. Dunia dicipta untuk dinikmati dengan cara yang benar. Bukan dirusak dengan kerakusan dan keserakahan manusia. Alam, manusia beserta seluruh isinya ada pemiliknya. Miliknya Allah SWT. Maka taatilah pesan Allah SWT dalam firmanNya.
Bencana memberikan pesan jadilah manusia yang mau bertaubat. Jadilah manusia yang tahu hakikat. Hakikat manusia sebagai khalifah fil ardh (pemelihara alam). Bila anda pejabat jadilah pejabat yang tahu penderitaan rakyat. Ayomilah rakyat, Dahulukan rakyat. Bila tidak mampu berbuat demikian, jangan jadi pejabat.
Dan jika kita adalah rakyat jadilah rakyat yang bermanfaat. Sumbangsih doa, pemikiran, dan perbuatan dibutuhkan Indonesia. Rakyat adalah pemilik kekuasaan sesungguhnya. Tanpa mandat dari rakyat tidak ada penguasa. Maka jangan saling menzholimi, baik antara penguasa dengan rakyat, sesama rakyat, ataupun dengan alam semesta.
Dan sungguh, sebaik-baik perkataan saat musibah/bencana itu melanda adalah inna lillahi wa inna ilaihi roji’un (sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepadaNyalah kami akan kembali). Wallahua’lam bis-showab.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dipun Waos Piantun Kathah
-
Kamu, Pasti punya orang tua Ada bapak, ada ibu Senang pastinya kamu, memiliki kedua orang tua Tenang hidup bersama mereka Semua kebutuhan ...
-
Terhitung dari hari ini, Indonesia dipimpin oleh presiden dan wakil presiden baru. Pak Prabowo dan Pak Gibran. Baarakallaahu fiikum. Sebaga...
-
Presiden Jokowi menandatangani PP No 28 Tahun 2024 tentang kesehatan. Pada pasal 103 ayat 1 disebut upaya kesehatan sistem reproduksi anak s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar