Secara fitrah, seorang ibu tidak akan tega membunuh anaknya sendiri. Akan tetapi kondisi yang ada, membuktikan bahwa naluri keibuan bisa dikendalikan sistem. Bahkan keimanan pun bisa terhempas oleh sistem. Sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara. Jika sistem itu menjamin kesejahteraan perindividu rakyat, maka tidak akan ada kasus orang tua membunuh anak karena himpitan ekonomi.
Harapan Sejahtera Pada Pemimpin Baru
Moment Pilpres, Pilgub, Pilkada adalah moment rakyat menaruh harapan baru. Harapan yang disematkan pada pemimpin baru. Harapan untuk bisa hidup lebih baik, lebih aman, lebih sejahtera. Walau nurani rakyat pesimis akan hal itu. Karena dalam diam rakyat menyimpan dzon -prasangka- akan tetap adanya korupsi, dan gambaran sulitnya ekonomi ke depan. Terlebih pandemi belum berakhir.
Harapan sejahtera akan bisa diwujudkan jika pemimpin menerapkan sistem yang menjamin kesejahteraan per individu rakyat. Menjamin ketercukupan kebutuhan primer per rakyat. Bukan ketersedian alat pemuas kebutuhan kolektif masyarakat atau negara. Sehingga negara tidak mengukur kesejahteraan dari rata-rata keterpenuhan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi meriayah satu persatu rakyat, hingga nyata terjamin kesejahteraannya.
Sistem ekonomi saat ini belum menjamin hal yang demikian. Sehingga gap kesejahteraan antara si kaya dan si miskin begitu nyata. The Interpreter media asal Australia menyebutkan bahwa 20 persen rakyat Indonesia rentan miskin. Pasalnya terjadi ketimpangan begitu tinggi. Harta 4 orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta penduduk Indonesia (www.merdeka.com, 11/2/2020).
Data tersebut menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan tidak bisa mensejahterakan per rakyat. Dan sistem ekonomi itu adalah ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi yang dari konsepnya memberikan ruang sebebas-bebasnya -liberal- kepada rakyat yang memiliki kapital untuk memiliki dan menguasai sumber daya alam yang mampu mereka miliki. Akhirnya, membentuk jurang ketimpangan antara si kapital dengan si miskin. Dan negara dalam sistem kapitalis berfungsi sebagai pengatur regulasi yang harus menjamin libeeralisasi kepemilikan tersebut. Sehingga fungsi negara sebagai pengurus rakyat tidak mampu mewujudkan kesejahteraan per individu.
Pemimpin Baru Sistem Baru
Sistem yang diterapkan negara ibarat jantung bagi tubuh. Jika jantung rusak maka implantasi jantung tentu tidak mungkin. Yang bisa adalah mengganti tubuh dengan tubuh lain yang sehat seluruh organnya. Maka membenahi konsep sebuah sistem yang lahir dari pandangan mendasar -sekuleris kapitalis- adalah tidak mungkin. Yang mungkin dan menjadi solusi adalah mengganti sistem itu dengan sistem yang shahih yang sehat. Sistem shahih dan sehat hanyalah sistem ciptaan Al khaliq -Allah SWT- yang diteladankan penerapannya oleh RasulNya -Muhammad SAW-.
Kurang lebih 10 tahun di Madinah Rasulullah SAW menerapkan seluruh hukum syariah. Rasulullah menjadi kepala negara baru dan menerapkan sistem baru -Sistem Islam-. Meninggalkan sistem jahiliyah. Dari syariah yang mengatur personal, bertetangga, bermasyarakat, bernegara dan politik luar negeri.
Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan per individu. Tugas negara yang menjadi amanah dari Allah SWT untuk mengurus rakyat hingga tercukupi kebutuhan primernya. Kebutuhan primer mencakup sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan. Ekonomi Islam mengharamkan individu menguasai dan mengelola SDA milik umum. Sehingga negara bisa optimal mengelola kepemilikan umum dan kepemilikan negara untuk hajat hidup rakyat. Negara akan membuka lapangan kerja bagi kaum laki-laki sebagai penanggung nafkah keluarga.
Kisah Umar bin Khattab bisa menjadi inspirasi bagi pemimpin saat ini. Rutinitas beliau disetiap malam untuk keliling kota memastikan tidak ada rakyatnya yang tidak bisa tidur karena kelaparan. Jadi bukan blusukan musim kampanye. Tapi blusukan sebagai bentuk tanggungjawab pemimpin mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu rakyat. Siapkah pemimpin saat ini merubah sstem dan meneladani kepemimpinan Nabi SAW dan khulafaur rasyidin? Wallahua'lam bis showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar