يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Rabu, 23 Juni 2021

Stop Pajak!

Publik diramaikan perihal pajak. Saat pandemi, keuangan negara hingga  keluarga tekor, ini ada berita sembako dan pendidikan akan dikenakan PPN. Sangat wajar  jika rakyat teriak. 

Suara kencang dari bawah dijawab oleh Menkeu Sri Mulyani bahwa sembako di pasar tradisional tidak dikenai pajak. Yang dikenai pajak untuk komoditi yang harganya 5-15 kali lipat dari umumnya. Disebutkan oleh beliau contohnya beras basmati, beras shirataki, daging sapi kobe, daging sapi wagyu. Komoditi tersebut masuk kelas premium (kompas.com, 15/6/2021).

Rakyat Indonesia  Harus Tahu 

Teori ekonomi kapitalisme menyebutkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Dan di negara ini, pajak disebut tulang punggung pendapatan hingga pembangunan. Artinya, Indonesia menganut sistem ekonomi kapitalisme. 

Jadi, rakyat Indonesia tidak boleh 'kagetan' bila jenis pajak yang ditarik negara kian variatif dan angkanya naik turun naik. Karena menarik uang rakyat atas nama pajak sudah wataknya kapitalisme.

Inilah konsep mendasar yang harus diketahui seluruh rakyat Indonesia. Bahwa sistem ekonomi yang diterapkan negara ini adalah sistem ekonomi kapitalisme. 

Rakyat dilarang 'kaget' jika dalam draf revisi ke-5 UU No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan -RUU KUP-, sembako yang akan dikenai PPN meliputi; beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi,  daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, gula-konsumsi (kompas.com, 15/6/2021).

Meski RUU KUP ini belum dibahas DPR, Tapi melihat varian sembako yang disebutkan, rakyat geleng-geleng. Apa sudah tidak sehat, sampai tiap suap yang masuk mulut rakyat harus menyumbang pajak ke negara? Astagfirullah.

Inilah sistem ekonomi kapitalisme, pajak menjadi tulang punggung pendapatan dan pembangunan. Ibarat bapak sebagai tulang punggung keluarga. Tiap suap yang dimakan keluarga dari kerja keras bapak mencari nafkah. Bagi negara, maka yang menyuapi, membangun adalah uang pajak dari rakyat. Lantas, kemana penghasilan dari pengelolan SDA yang melimpah ruah? Bukankah  negara ini sebagai zamrud khatulistiwa, loh jinawi?!

Beda dengan Ekonomi Islam

Sistem Islam memiliki mekanisme pemasukan yang berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam Kitab Nidhomul I'tishodi karya Syeikh Taqiyuddin an Nabhani disebutkan ada 3 jenis kepemilikan. Pertama kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. 

Dari pengelolan kepemilikan umum dan kepemilikan negara inilah yang menjadi sumber pemasukan negara. Kepemilikan umum adalah semua benda/barang yang tidak boleh dimiliki individu, dikelola negara dan dimanfaatkan untuk rakyat. Kepemilikan umum meliputi barang tambang, sumber daya alam, lautan, padang dan lainnya. Dengan pengelolaan yang harus di pegang negara, tidak boleh di kelola asing ataupun investor asing, maka otomatis 100% kembali ke rakyat. Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan lainnya.

Kepemilikan negara adalah seluruh harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin. Diantara harta kepemilikan negara adalah fai, kharaj, dan jizyah. Pemanfaatan dari harta ini bisa untuk pendanaan berbagai sektor. Semisal harta jizyah diperuntukkan untuk sektor pertanian, militer, ataupun lainnya. 

Hasil pengelolaan dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara akan masuk baitul mal /kas negara. Adapun jika kas negara kosong, baru negara boleh memungut pajak/dharibah kepada rakyat yang kaya saja. Jadi sifat pajak ini kondisional dan subjek pajak tertentu. Berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme yang permanent, meliputi berbagai objek dan mengenai seluruh rakyat.

Demikianlah sistem ekonomi Islam yang hanya sempurna bila diterapkan oleh sistem pemerintahan Islam yakni khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian. Sistem pemerintahan ini pasti akan ada sebagaimana sabda Nabi SAW;

"... Kemudian ada kekuasaan diktator -mulkan jabbariyan- dan akan terus ada sesuai kehendak Allah. Kemudian Dia mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian -khilafah 'ala minhajin nubuwwah-. Kemudian beliau -Nabi SAW- diam" (HR Ahmad)

Khatimah

Mengakhiri pajak dinegara ini harus dengan mengakhiri penerapan sistem kapitalisme. Dan menggantinya dengan sistem Islam. Dan inilah solusi tunggal. Wallahua'lam bis showwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dipun Waos Piantun Kathah