Proses, kata kerja untuk menjelaskan alur perubahan pemikiran dan perbuatan. Bila dalam KBBI dimaknai dengan runtunan perubahan peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Dengan definisi demikian maka kata proses memiliki kedalaman makna di kehidupan manusia. Sering kita mengatakan, "sedang berproses". Kata "sedang" menunjukkan bahwa perbuatan itu berlangsung saat ini. Kapan kata "sedang" akan di hapus itu tergantung pada standar keberhasilan dimata individu tersebut. Indikator apa yang ia tetapkan dari yang ia katakan sedang berproses.
Proses, bila dikaitkan dengan runtunan perubahan pemikiran pada diri seseorang, maka ia setidaknya terbagi dalam dua hal. Apabila hal ini didasarkan pada QS. Al Baqarah: 257. Pertama, runtunan perubahan pemikiran kepada yang hak -dari kegelapan menuju cahaya-. Kedua, runtunan perubahan pemikiran kepada yang batil -dari cahaya menuju kegelapan-. Adapun dari sisi proses, bila dikaitkan dengan runtunan perubahan perbuatan pada diri seseorang, maka ia tidak ada kata berhenti berproses.
Pemikiran bukanlah angka. Ia tidak konstan. Pemikiran berkembang. Seiring ilmu, pengetahuan, pengalaman, pergaulan, maka pemikiran bisa berubah. Betul pemikiran yang akan memandu perbuatan seseorang. Tapi bila pemikiran dikaitkan dengan intelektualitas maka akan ada sisi pemikiran itu berhenti sampai pada tataran pemikiran. Realisasi dalam kehidupan belum tentu sama atau tidak tepat direalisasikan. Ambil contoh pemikiran dalam bentuk ilmu abstrak seperti matematika ataupun teori sosial, dan pelajaran eksak lainnya. Tidak sedikit dari kita mengatakan, ilmu yang didapat disekolah hanya dipelajari tanpa ada realisasi. Itu artinya, ilmu pengetahuan itu berhenti ditataran pemikiran. Tentu, kondisi ini tidak akan sama disetiap individu. Akan berbeda-beda aspeknya disetiap individu.
Pemikiran sebagai hasil berfikir manusia bukan berarti itu mutlak kegeniusan manusia. Peran Al khaliq sebagai dzat yang menganugerahi akal pada manusia tidak bisa di pisahkan. Allah berfirman,
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran)..." (QS. Al Baqarah: 257)
Kisah Salman Al Farisi dalam mencari kebenaran dapat diangkat sebagai contoh proses perubahan pemikiran seseorang.
Berbekal akal yang Allah SWT anugerahkan ia mampu berfikir akan siapa yang layak dia sembah. Api yang awalnya ia yakini sebagai Tuhan, menjadi objek yang ia pikirkan. Saat bertemu fakta peribadatan kaum Nasrani, Salman berfikir siapa Tuhan yang mereka sembah. Runtunan perubahan pemikiran akan Al khaliq dan agama yang benar menggiring Salman berpindah dari satu kota ke kota berikutnya. Dari Persia, hingga menginjakkan kaki ke benua eropa dan final hingga ke Madinah menjadi seorang budak.
Proses pencariannya mencari kebenaran tidak hanya mendidik Salman secara pemikiran namun juga perbuatan. Dari awalnya anak seorang ternama hingga menjadi budak Yahudi ia lakoni demi mencari -pemikiran yang haq- akan siapa Tuhan dan agama yang harus ia anut.
Apabila tidak ada andil dari Allah SWT tidak akan mudah bagi Salman menjalani liku-liku pencarian TuhanNya. Hingga akhirnya Allah SWT mempertemukannya dengan Nabi Muhammad SAW. Tidak cukup sekali bertemu untuk membuktikan bahwa ia adalah Nabi utusan Allah SWT sebagaimana yang diinformasikan oleh pendeta -yang dahulu menjadi gurunya-.
Pertemuan pertama membuktikan bahwa Nabi tidak mau menerima sedekah. Fakta ini memperkuat pemikiran Salman bahwa ia adalah Nabi. Keesokan harinya, menemuai Muhammad SAW dan didapatinya tanda -stempel kenabian- dipundak beliau saat tersingkap burdah Nabi SAW. Salman sampai dipuncak runtunan pemikirannya. Bahwa laki-laki dihadapannya adalah Nabiullah, yang ia cari selama ini. Dan waktu itu juga Salman memeluk Nabi dan menceritakan perjalanan panjangnya dalam mencari kebenaran dan menyatakan keislamannya. Dari gelap menuju cahaya-.
Inilah tranformasi pemikiran mendasar yang Salman lakukan dalam hidupnya. Perubahan pemikiran yang mengubah mindset berfikirnya.Tercerahkan, siapa TuhanNya, apa hakikat hidupnya, apa tujuan hidupnya. Inilah pemikiran tentang aqidah. Pemikiran yang mendasar penentu akan amal perbuatan manusia.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. Dan tidak ada perselisihan bagi orang-orang yang diberi kitab kecuali setelah diturunkan kepada mereka ilmu pengetahuan disebakan kedengkian diantara mereka. Dan barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya hisab Allah itu sangat cepat" Qs. Ali Imran: 19.
Adapun runtunan perubahan pemikiran dari cahaya menuju kegelapan adalah proses perubahan salbiyah -negatif-. Perubahan pemikiran mundur ke masa jahiliyah. Perkara ini menyangkut pemikiran apapun. Karena hakikatnya fitrah kebaikan itu ada pada setiap manusia. Akal yang Allah SWT anugerahkan adalah media -alat-, qadar yang Allah SWT tetapkan untuk difungsikan mencari bukti otentik dari fitrah batiniah.
Tentu, proses perubahan pemikiran tipe ini berbahaya bagi manusia. Baik pada diri orang beriman maupun kafir. Bagi seorang mukmin bisa menghantarkan ia menjadi murtadin, munafiqin, fasiqin. Adapun bagi orang kafir akan menambah keingkarannya kepada Al haq -Islam-. Bagi seorang mukmin akan berlaku istilah dari cahaya menuju kegelapan. Adapun bagi mereka yang kafir berlaku dari satu kegelapan kepada kegelapan berikutnya. Kita berlindung kepada Allah SWT dari kondisi yang demikian.
Bersambung>>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar