Manusia dan hewan memiliki otak. Tapi hewan tidaklah berakal. Sedang manusia berakal. Artinya, otak bukanlah akal. Otak adalah organ. Adapun manusia untuk disebut berakal membutuhkan otak.
Akal adalah qadar (potensi) yang Allah SWT tetapkan atas manusia. Berakal artinya bisa berfikir. Jadi akal adalah potensi atau kemampuan manusia untuk berfikir.
Syekh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan berfikir membutuhkan 4 komponen. Yaitu, otak, indera, fakta, dan ma'lumat tsabiqah.
Otak organ yang beratnya kurang lebih 1 kilo 2 ons ini mampu menampung informasi sekitar 90 juta jilid disket. Satu disket buatan manusia bisa berisi ratusan file. Jadi otak manusia ini bisa menyimpan milyaran informasi.
Betapa Allah SWT Maha Kuasa menjadikan saraf-saraf di otak bisa menyimpan informasi. Terkait hal ini ada pakar yang menyebut informasi tidak di simpan di saraf-saraf otak. Wallahua'lam.
Indera, ada 5 indera yang dimiliki manusia. Indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa, indera peraba. Indera ini bertugas menangkap fakta. Tanpa indera manusia diam. Tidak ada yang dilihat, didengar, dicium, dirasa dan diraba. Tidak ada yang difikirkan.
Fakta adalah apa yang ditangkap indera. Fakta inilah yang akan dihukumi, dipikirkan.
Ma'lumat tsabiqah (informasi-informasi terdahulu) yang telah tersimpan di otak ibarat eksekutor atas fakta yang telah diindera. Jika informasi terdahulu tentang fakta ini tidak ada di otak maka manusia tidak bisa memutusi fakta yang dilihatnya. Contohnya; jika kita sebelumnya pernah merasakan permen maka keesokan harinya bila disuguhkan dengan permen yang sama, pasti kita bisa bercerita tentang permen itu walau belum dibuka bungkusnya. Dari rasanya, keras atau lembut, warnanya dan lainnya.
Adapun jika kita belum pernah melihat, belum pernah mendengar tentang buah tin, maka ketika diminta menceritakan buah tin tidak akan bisa. Sama seperti kita yang tidak pernah belajar bahasa Jepang kemudian diminta membaca tulisan dengan bahasa Jepang, pasti kita tidak bisa.
Ketidakmampuan ini disebabkan tidak adanya ma'lumat tsabiqah terkait buah tin dan bahasa Jepang di dalam otak kita.
Berfikir adalah proses penginderaan fakta oleh panca indera diserap oleh otak untuk dikaitkan dengan informasi terdahulu yang telah tersimpan di dalam otak kemudian dihukumilah fakta tersebut.
Betapa hebatnya potensi berfikir yang Allah SWT berikan, karena proses berfikir itu hanya sekian detik, dan manusia bisa memberi putusan terkait fakta yang ia indera.
Bagaimana perjalanan antar saraf sehingga manusia bisa melakukan proses berfikir dan menghasilkan buah pikiran adalah benar-benar Allah SWT semata yang mengetahui dan mengaturnya.
Hati yang Berfikir
Hati -qalbun- jamaknya qulub juga menjalankan fungsi berfikir. Quran surah. Al A'raf ayat 179 menyebutkan demikian.
Dengan kuasa Allah SWT, organ hati ini memiliki potensi -qodar- untuk bisa berbicara. Contohnya; ketika kita niat dalam hati, membaca dalam hati dan perkataan lain yang tidak dilisankan.
Kita tidak pernah menyebut jiwa yang berbicara, jiwa yang berfikir. Jadi berfikir adalah akal dan hati. Dan setahu penulis Al Qur'an juga belum pernah menyebutkan jiwa yang berfikir. Bila pernyataan ini salah, pembaca bisa meluruskan.
Disebutkan salah satunya dalam Al Qur'an, nafsu yang mutmainnah -jiwa yang tenang-. Jiwa yang tenang adalah buah dari akal yang sehat -ulul albab- dan qalbun salim.
Fenomena Gila
Berakal menjadi syarat seorang muslim terkena taklif hukum. Seorang muslim yang mabuk (minum alkohol) tidak diterima sholatnya hingga ia sadar. Tapi, mohon maaf, fakta hampir tidak ada yang menunjukkan orang mabuk sholat. Demikian pula dengan ibadah lainnya.
Ketika hewan hanya memiliki otak tanpa akal ia tidak disebut gila.
Berbeda dengan manusia. Walau punya otak jika potensi akalnya -kemampuan berfikirnya- tidak berfungsi maka ia disebut gila.
Walau punya organ hati yang juga memiliki potensi berfikir, tapi jika potensi berfikir di hati ini dicabut maka disebut gila.
Tidak pernah kita menemukan kondisi orang gila -tidak berfungsi akalnya- tapi berfungsi hatinya untuk berfikir. Yang ada pada orang gila itu tidak berfungsi seluruh potensi akalnya juga hatinya.
Inilah fenomena orang gila. Jadi orang gila itu adalah orang yang dicabut potensi akalnya. Atau disebut hilang akalnya. Sehingga lepaslah atas orang gila ini dari taklif hukum syariat.
Ketika orang hilang akalnya maka yang disebut jiwa pada orang tersebut tidak ada. Karena sebagaimana definisi yang penulis sebutkan bahwa jiwa adalah ekspresi akal dan hati. Sedang akal tidak berfungsi, dan hatinya juga sudah tidak bisa berfikir. Sehingga tidak menghasilkan ekspresi dari akal dan hati pada orang gila tersebut.
Wallahua'lam, hanya Allah SWT yang mengetahui pergerakan orang gila. Fisiknya yang masih keluyuran kemana-mana dengan ijin Allah SWT, tapi potensi akal dan hatinya untuk berfikir diangkat oleh Allah SWT.
Khatimah
Semua fenomena yang ada harusnya menjadi bahan tafakkur bagi manusia. Betapa kuasanya Allah SWT sebagai arsitek kehidupan. Wallahua'lam bis showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar